Ibadah Umroh
Makalah ini untuk di presentasikan
sebagai tugas pada mata kuliah
“Perihal Ibadah”
Disusun oleh:
Agung Ribowo 15TEMP0640054
Dosen pembimbing:
Muchamad Fachri, M.Pd.I
Jurusan Teknik Informatika
Sekolah Tinggi, Akademi &
Profesi Pranata Indonesia, Jl. Cut Mutiah No. 28 Bekasi Telp/Fax. (021) 8806757
http://www.pranataindonesia.ac.id
E-mail : humas@pranataindonesia.ac.id
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji hanya
milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai
sistem kepercayaan dalam kehidupan umat
manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut
pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang
selama empat belas abad lebih menyimpan
banyak masalah yang perlu diteliti, baik
itu menyangkut ajaran dan pemikiran
keagamaan maupun realitas sosial, politik,
ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi
ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang perihal ibadah umroh, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya para mahasiswa STMIK Pranata Indonesia. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah saya di
masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Bekasi 21 Oktober 2015,
Penulis,
Daftar Isi :
Cover
................................................................................................................................
1
Kata Pengantar .................................................................................................................
2
Daftar Isi
..........................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...........................................................................................................
4
1.2 Rumusan
Masalah
......................................................................................................
4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ibadah
......................................................................................................
5
2.2 Pengertian Umroh
.....................................................................................................
6
2.3 Dalil Disyariatkannya Umroh
...................................................................................
7
2.4 Hukum Umroh
..........................................................................................................
7
2.5 Syarat Umroh
............................................................................................................
8
2.6 Rukun Umroh
............................................................................................................
9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
................................................................................................................
13
Daftar Pustaka
..................................................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada
dasarnya orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji dan
umroh. Ibadah ini mereka warisi dari
nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi,
bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, wukuf, dan melontar
jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat
yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah
dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara'
(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul.
Sebenarnya
antara umroh dan haji itu hampir sama, namun ada sedikit hal yang membedakan
antara keduanya. Mengapa demikian? oleh karena itu kami akan menjelaskan
bagaimana pengertian dari umroh, syarat-syarat, dan rukun-rukun yang berkenaan
dengan pelaksanaan ibadah umroh.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian ibadah ?
2.
Bagaimanakah
pengertian Umroh?
3.
Bagaimanakah
dalil tentang disyariatkannya Umroh?
4.
Bagaimanakah
hukumnya melaksanakan Umroh?
5.
Apa saja
syarat-syarat untuk orang yang melakukan Umroh?
6.
Apa saja rukun-rukun yang harus dilakukan ketika Umroh?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Umroh.
2.
Untuk
mengetahui dalil tentang disyariatkannya Umroh.
3.
Untuk
mengetahui Bagaimana hukumnya melaksanakan Umroh.
4.
Untuk
mengetahui Apa saja syarat-syarat untuk orang yang melakukan Umroh.
5.
Untuk
mengetahui Apa saja rukun-rukun yang harus dilakukan ketika Umroh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ibadah
Ibadah adalah
sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Dalam
terminologi bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata ini memiliki arti:
Ibadah
menurut Islam
Disiratkan
di dalam Al-Qur'an, pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman
bahwa :
1.
Kesadaran beragama pada
manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada tuhannya.
Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau
dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51:56).
2.
Manusia yang menjalani hidup
beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal
mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)
3.
Sedangkan manusia yang berpegang
teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada shiraathal
mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf QS. 43:43).
Dengan
demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah
manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu
Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa
yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja,
tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan
pegangannya dalam persoalan itu.
Itulah
mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan suatu persoalan hidupnya
sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara itu (Al Ahzab QS. 33:36)
Definisi
Ibadah
Definisi
terbaik dan terlengkap adalah apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dia rahimahullah mengatakan,
“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai
Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang
tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa,
haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf,
melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq,
berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang
kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang
dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan
lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat)
kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap
keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap
qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya,
merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian
dari ibadah kepada Allah.
2.2 Pengertian
Umroh
Umroh secara bahasa berasal dari
bahasa Arab yaitu الاعتمار yang
bermakna الزيارة (berpergian). Sedangkan pengertian umroh
dalam terminologi ilmu fiqih adalah berpergian menuju ke baitullah untuk
melaksanakan serangkaian ibadah umroh, yakni tawaf dan sa’i. Atau
dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan umroh dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan.
Dengan demikian, dalam definisi
ibadah umroh ada 4 unsur penting. Yaitu berpergian, baitullah, rukun
umroh (serangkaian ibadah umroh), dan syarat umroh.
2.3 Dalil
Disyariatkannya Umroh
Di dalam Hadits nabi menyebutkan
dalam beberapa hadits mengenai umroh itu sendiri. Diantara hadits-hadits
terebut adalah
عُمْرَةٌ فِى رَمَضَانَ تَعْدِلُ حِجَّةً
(رواه ابن ماجه)
“ Umroh pada bulan Ramadlan itu setara dengan Haji”
العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
(رواه البخاري)
“ Antara umroh 1 dan yang selanjutnya itu menjadi pelebur dosa antara kedua
umroh tersebut. Dan balasan untuk haji yang mabrur adalah surga.”
2.4 Hukum Umroh
Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi syara’ dan ia
wajib bagi orang yang disyariatkan untuk menyempurnakannya. Namun mereka
berbeda pendapat mengenai hukumnya dari segi wajib dan tidaknya ke dalam dua
arus pendapat berikut.
Pertama, sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad menurut salah satu versi
pendapat, juga Abu Tsaur dan kalangan mazhab Zaidiyah. Pendapat mereka
didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umroh, apakah ia wajib
atau tidak? Beliau menjawab,” Tidak. Namun jika kalian umroh, maka itu lebih
baik,” Juga berdasarkan sabda Nabi SAW:
الحج جهاد والعمرة تطوع
Haji adalah jihad,
sementara umroh hanya tathawwu’
.
Alasan lain, umroh adalah nask (ibadah) yang pelaksanannya tidak
ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib sebagaimana halnya thawaf mujarrad.
Kedua, wajib, terutama bagi orang-orang yang diajibkan haji. pendapat ini
dianut oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi yang paling sahih di antara kedua
pendapatnya, Imam Ahmad menurut vers lain, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab
Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri. pendapat ini
juga merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan lainnya, dan
mereka bersepakat bahwa pelaksanannya hanya sekali seumur hidup sebagaimana
halnya haji.
2.5 Syarat umroh
Secara umum, syarat-syarat haji dan
umrah adalah sama, yaitu:
- Islam
Orang non muslim
tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci
bahkan mengikuti ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan
haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.
- Baligh
Anak kecil tiak diwajibkan berhaji
atau pun umroh, baik yang sudah mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah
mumayyiz ia naik haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan haji atau pun
umroh yang sebelum mumayyiz itu merupakan sunnah dan kewajiban melaksanakan
haji atau pun umroh tidak gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib
melaksanakan haji atau pun umroh lagi, menurut kesepakatan ulama mazhab.
- Berakal sehat
Orang gila sebenarnya tidak
mempunyai beban atau bukan seorang mukallaf. Kalau dia naik haji atau umroh dan
dapat melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang berakal, maka haji
atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari kewajiban ittu, sekalipun pada waktu
itu akal sehatnya sedang datang kepadanya. Tapi kalau gilanya itu musiman dan
bisa sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh, sampai melaksanakan
kewajiban dan syarat-syaratnya dengan sempurna, maka dia wajib melaksanakannya.
Tapi kalau diperkirakan waktu sadarnya itu tidak cukup untuk melaksanakan semua
kegiatan-kegiatan haji atau umroh, maka kewajiban itu gugur.
- Merdeka
Maksud dari merdeka
ini adalah tidak berstatus sebagai budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw
yang di masa modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga
bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang
ditinggalkan
- Istitha'ah (mampu)
Secara sepakat para ulama mazhab
menetapkan bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji atau pun umroh,
berdasarkan firman Alloh SWT dari surat Ali ‘Imron ayat 97 yang berbunyi:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,
(di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu
(bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali ‘Imron 97)
2.6 Rukun Umroh
Rukun dalam ibadah umroh di bagi
menjadi empat bagian yang mana tidak sah suatu ibadah umroh jika tidak
mengerjakan rukun-rukun tersebut, rukun umroh antara lain :
1.
Ihram.
2.
Tawaf.
3.
Sa`i.
4.
Tahallul.
1.
Ihram
Bagi orang yang hendak beribadah
umrah, maka ia wajib melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun
umrah.
Kewajiban-kewajiban ihram.
Dalam
ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:
a.
Niat.
Tidak ada perbuatan yang dilakukan
dengan sadar tanpa adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat
merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain jika berihram dalam
keadaan lupa atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.
b.
Talbiyah.
Lafadz talbiyah adalah:
“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika,
innal hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika laka”.
Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram,
dimulai dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus sampai melempar
jumrah `aqobah.
c.
Memakai
pakaian ihram.
Para ulama madzhab sepakat bahwa
lelaki yang ihram tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula
kain sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak boleh pula
yang menutupi kepala dan wajahnya.
Kalau perempuan harus memakai
penutup kepalanya, dan membuka wajahnya
kecuali kalau takut dilihat lelaki dengan ragu-ragu. Perempuan
tidakboleh memakai sarung tangan, tetapi boleh memakaisutera dan sepatu.
Hal-hal yang disunnahkan pada waktu
hendak ihram:
1.
Membersihkan
badan.
2.
Memotong
kuku.
3.
Mencukur.
4.
Melakukan
shalat ihram.
5.
Melebatkan
rambut.
6.
Memakai
wangi-wangian.
Hal-hal yang dilarang dalam ihram.
1.
Bersetubuh,
2.
Melihat
dirinya dalam cermin,
3.
Memakai
payung dan penutup kepala,
4. Memakai
pakaian yang terjahit,
5. Memakai
cincin,
6. Berbuat
kefasikan dan bertengkar
7.
Berbekam,
8. Membunuh
hewan,
9. Memburu binatang.
2.
Tawaf
Tawaf merupakan salah satu dari
rukun umrah yang wajib di laksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama
membagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Tawaf qudum.
Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang
yang jauh(bukan orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah.tawaf ini
menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini hukumnya sunnah, dan
yang meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.
b.
Tawaf
ziarah.
Tawaf ini juga dinamakan tawaf
ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh orang yang haji(bukan orang yang
umrah)setelah melaksanakan manasik di mina, dinamakan tawaf ziarah karena
meninggalkan mina dan menziarahi baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah
karenaia telah kembali dari mina ke mekkah.
c.
Tawaf wada`
Tawaf ini merupakan perbuatan yang
terakhir yang dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan perjalanan
meninggalkan mekkah.
3.
Sa`i
Ulama` sepakat bahwa sa`i dilakukan
setelah tawaf. Orang yang melakukan sa`i sebelum towaf maka ia harus mengulangi
lagi(ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).
Terdapat hal-hal yang disunnahkan
bagi orang yang sedang melakukan sa`i diantaranya :
a.
Disunnahkan
menaiki bukit shafa dan marwah serta berdo`a diatas kedua bukit tersebut
sekehendak hatinya, baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil
menghadap ke baitullah.
b.
Melambaikan
tangan ke hajar aswad.
c.
minum air
zam-zam.
d.
menuangkan
sebagian air ke tubuh.
e.
keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan
hajar aswad
f.
Naik ke
bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama di shafa, dan bertakbir
kepada Allah sebanyak tujuh kali.
Barang siapa yang tidak mampu
melakukan sa`i walau dengan mengendarai kendaraan, maka hendaklah meminta orang
untuk mewakilinya, dan hajinya tetap sah. Boleh menoleh ke kanan, ke kiri, ke
belakang ketika pergi dan pulang(kembali).
Orang yang menambah lebih tujuh kali
dengan sengaja, maka sa`i-nya dianggap batal, tetapi tidak batal kalau lupa.
Apabila ragu-ragu dalam jumlah maka sa`inya tetap dianggap sah, dan tidak
diwajibkan sesuatu apa-apa baginya.
Kalau ia ragu apakah ia memulai dari shafa, yang berarti sa`i-nya
sah, atau mulai dari yang lainyang menjadikan sa`i-nya batal, maka hal ini
perlu diperhatikan: kalau orang yang ragu tersebut dalam hal jumlah dan
bilangan, tidak mengetahui berapa kali ia melakukannya maka-sa`inya batal. Tapi
kalau ia benar-benar mengetahui berapa kali ia telah berjalan dan hanya ragu
darimana ia memulai, maka kalau jumlah yang dilakukannya itu genap apakah dua
kali, empat kali, atau enam kali dan ia sedang berada di shafa atau sedang
menghadap ke shafa, maka sa`i-nya sahkarena ia mengetahui bahwa ia telah
memulai dari shafa.
4.
Tahallul
Menurut pendapat imamiyah kalau
orang yang melakukan umroh tamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting
rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah memotongnya, maka apa
yang diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka
ia harus membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumroh mufrodah,
maka ia boleh memilih antara menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan
kurban atau tidak.
Tetapi kalau meninggalkan
menggunting rambut itu dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk melakukan
haji tamattu` dan berihranm sebelum menggunting rambut, maka umrahnya batal. Ia
wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya
melakukan amalan-amalan haji, kemudian melakukan umrah mufradah setelah
amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama adalah mengulangi haji lagi pada tahun
yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Umroh adalah
berpergian menuju ke baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah
umroh, yakni tawaf dan sa’i. Atau dengan kata lain datang ke baitullah
untuk melaksanakan umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2.
Dalil
tentang disyariatkannya umroh adalah:
“ Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
3.
Hukum
mengenai disyariatkannya umroh ada dua pendapat, yaitu ada sebagian ulama yang
menghukuminya dengan sunnah mu’akkad dan sebagian ulama yang lain
mewajibkannya.
4. Syarat-syarat umroh di antaranya
adalah Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, istitha'ah (mampu).
5.
Rukun-rukun
umroh di antaranya adalah ihram, tawaf, sa`i, tahallul
DAFTAR
PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Hawwas, Abdul Wahhab
Sayyed. 2010.Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.
Maktabah al-Syamilah. Shohih al-Bukhoriy.
Maktabah al-Syamilah. Sunan Ibnu Majjah.
Mughniyah, Muhammad Jawwad. 1994. Fiqh Lima Mazhab.
Jakarta: Basrie Press.
Rachimi, M. Abdurachman. 2012. Segala Hal Tentang
Haji dan Umroh. Jakarta: Erlangga.
Sabiq, Sayyid. 2008. Juz 1 Fiqh al-Sunnah.
Beirut: Dar al-Fikr.
Luth, Thohir.2004. Syariat Islam Tentang Haji dan
Umroh. Jakarta: Rineka Cipta.
Zuhailiy, Wahbah. 1985. Fiqh al-Islam wa
Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr.
No comments:
Post a Comment